MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI
SALAH SATU MATA KULIAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI
Karyono, SHI. M.Pd.I
Oleh :
Anisa Suci Wahyuni
Faizatul Lailiyah
Siti Umi Haniah
Nurul Fatimah
Semester 3
SEKOLAH TINGGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TARUNA SURABAYA
Jl. Kali Rungkut Mejoyo 1/1. Telp. 0318411876
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami selalu berusaha untuk memenuhi semua tugas mata kuliah yang telah kami usahakan semaksimal mungkin. Shalawat dan Salam semoga tercurahkan pada junjungan Nabi kita Muhammad Saw yang senantiasa memberikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Menurut beberapa ahli kurikulam adalah sebagai alat untuk transmisi kebudayaan, transformasi pribadi peserta didik dan transaksi dengan masyarakat. Jika pendidikan berfungsi menumbuhkan kreativitas, melestarikan nilai-nilai serta membekali kemampuan produktif, maka model kurikulum yang tepat adalah menggunakan pendekatan akademik, teknologi, dan pendekatan humanistik. Dan untuk kali ini makalah yang kami paparkan adalah mengenai “Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Humanistik, Rekonstruksionisme, Akademik, Dan Kompetensi”.
Kami menyadari bahwa dalam tugas makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dan jauh dari kata sempurna untuk itu tanggapan, teguran, dan kritikan serta saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan dari teman-teman, wa bil khusus kepada Bapak dosen pengampu Pengembangan Kurikulum, kami juga berharap semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………..………………...…..ii
DAFTAR ISI………………………………………………………...…………………….….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………..………………...……1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………..…………..……1
1.3 Tujuan………………………………………………………..……………………1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Pembangunan Kurikulum PAI………………………………………2
2.1.1 Pendekatan Subjek Akademis………………………………………….3
2.1.2 Pendekatan Humanistik………………………………………………3-4
2.2.2 Berbasis Rekonstruksi Sosial………………...………………..………...………4
2.2.3 Berbasis Akademik……………………………………………..…………..…4-5
2.2.4 Berbasis Kompetensi………………………………………………………………..5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum merupakan suatu alat yang dipakai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing masing satuan pendidikan. Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan undang Undang Dasar 1945. [1]
Kurikulum dalam hal ini membutuhkan landasan yang kuat agar dapat dikembangkan oleh sekolah. Namun, pada kenyataaannya kurikulum dibuat sesuai standar kompetensi dan standar nasional yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah. Seharusnya, pengembangan kurikulum itu dilakukan oleh sekolah atau lembaga pendidikan tersebut yang lebih mengerti dan paham kurikulum seperti apa yang lebih dibutuhkan. Pengalaman selama setengah abad negeri ini mengelola sendiri sistem pendidikannya menunjukkan, setiap kali muncul pembicaraan yang mengarah pada upaya perbaikan sistem pendidikan nasional selalu yang menjadi titik berat perhatian adalah pembenahan kurikulum.[2]
Mengapa hal tersebut terjadi? Apakah benar kurikulum memang memiliki dasar dan landasan yang kuat yang memang disiapkan agar peserta didik, pendidik, orang tua dan komponen pendidikan lainnya sesuai dengan tujuan pendidikan dan standar pendidikan. Apa yang mendasari itu semua? Benarkah kurikulum itu dibuat untuk memperbaiki kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru, yang sering disebut dengan evaluasi kurikulum? Dimana sistem evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat pencapaian keberhasilan peserta didik dalam bentuk hasil khusus.[3]
1.1 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan masalah makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Landasan Pengembangan Kurikulum?
2. Bagaimanakah Pendekatan-Pendekatan Pengembangan Kurikulum?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Landasan Pengembangan Kurikulum.
2. Mengetahui Pendekatan Pengembangan Kurikulum.
[1] Depdikbud.Kurikulum 1978.1979.hlm 37
[2] Kompas: Selasa, 1 Mei 2001
[3] Subandijah.Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo, 1986.) hlm. 37
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Pembangunan Kurikulum PAI
Kurikulum informal terdiri atas kegiatan yang direncanakan, namun tidak langsung berhubungan dengan kelas atau mata pelajaran tertentu dan kurikulum itu dipertimbangkan sebagai pelengkap bagi kurikulum formal. Kurikulum formal mengikuti rencana kurikulum itu sendiri dan rencana pengajaran yang keduanya ini akan menjadi fokus pembicaraan kita, yaitu apakah pengembangan kurikulum itu? Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. [4]
Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. [5]
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.[6]
Di dalam teori kurikulum setidak-tidaknya terdapat empat pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis; pendekatan humanistis; pendekatan teknologis/kompetensi; dan pendekatan rekontruksi sosial.[7]
Ditinjau dari tipologi-tipologi filsafat pendidikan Islam sebagaimana uraian sebelumnya, maka tipologi perennial-esensialis salafi dan perennial-esensialis mazhabi lebih cenderung kepada pendekatan subjek akademis dan dalam beberapa hal juga pendekatan teknologis. Demikian pula, tipologi perennial-esensialis kontektual falsitikatif juga cenderung menggunakan pendekaran subjek akademis dan dalam beberapa hal lebih berorientasi pada pendekatan teknologis dan pendekatan humanistis. Tipologi modernis lebih berorientasi pada pendekatan humanistis. Sedangkan tipologi rekonstruksi sosial lebih berorientasi pada pendekatan rekonstruksi sosial.[8]
[4]Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.(Jakarta: Grafindo,1986) hlm.37
[5] Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007) hlm.200
[6] Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).(Jakarta: Kencana, 2010) hlm.77
[7] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.139
[8] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.139-140
2.1.1 Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran yang di intregasikan. Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.[9]
Pendidikan agama Islam di sekolah meliputi aspek Al-quran/Hadist, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarih/ sejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sub-sub mata pelajaran PAI meliputi : Al-quran Hadits, Fiqih, Aqidah Akhlaq, dan sejarah. Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu ilmu saja.[10]
2.1.2 Pendekatan Humanistik
Pendekatan Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide "memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk memprtinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.[11]
Kurikulum Humanistis dikembangkan oleh para ahli pendidikan Humanistis. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum Humanistis ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:[12]
1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif.
2. Menghormati individu peserta didik.
3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Dalam pendekatan Humanistis ini, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Beberapa acuan dalam kurikulum ini antara lain:[13]
1. Integrasi semua domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, nilai-nilai, dan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan.
2. Kesadaran dan kepentingan.
3. Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan.
Kurikulum Humanistis memiliki kelemahan, antara lain:
1. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual peserta didik.
2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu tapi kenyataannya terdapat keseragaman peserta didik.
3. Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
4. Dalam kurikulum ini prisip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.[14]
2.1.3 Pendekatan Rekrontruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.[15]
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
1. Survey kritis terhadap suatu masyarakat.
2. Studi yang melihat hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau internasional.
3. Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi lokal.
4. Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
5. Berbagai pertimbangan perubahan politik.
6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.[16]
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.[17]
2.1.4 Pendekatan Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan pada perolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapainnya dapat dinikmati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membentuk peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
KBK menurut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun demikian konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan. [18]
Kurikulum adalah subsistem dalam dunia pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dari proses dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jadi, Kurikulum Berbasis Kompentensi adalah kurikulum yang secara dominan menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dalam setiap mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah. Sebagai implikasinya akan terjadi pergeseran dari dominasi penguasaan kongnitif menuju penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1. Kompetensi tamatan yaitu, kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah menamatkan sesuatu jenjang paendidikan tertentu.
2. Kompetensi mata pelajaran, yaitu kompetensi minimal yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan mata pelajaran tertentu.
3. Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam setiap bahasan atau materi tertentu dalam satu bidang tertentu.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen sebagai framework, yaitu:
1. Kurikulum dan hasil belajar. Memuat perencanaan pembangunan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun dan juga memuat hasil belajar, indikator, dan materi.
2. Penilaian berbasis kelas. Memuat prinsip sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang lebih akurat dan konsistensebagai akuntabilitas public melalui identifikasi kompetensi dari indikator belajar yang telah dicapai, pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
3. Kegiatan belajar mengajar. Memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan pedagogis dan adragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik.
4. Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan sumber daya lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar, pola ini dilengkapi dengan gagasan pembentukan kurrikulum (curriculum council), pengambangan perangkat kurikulum. [19]
Landasan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Antara lain:
A. Filosofis
Landasan filosofis yang mendasari pengembangan kurikulum berbasis kompetensi adalah penerapan dari pandangan konstruktivisme dalam pendidikan. Dalam pandangan ini lebih tercurah kepada pemberdayaan potensi dan kemampuan anak. Sehingga siswa mendapat pembelajaran dengan mengutamakan kualitas proses dan hasil dalam hal ketercapaian kompetensi yang ingin diharapkan dalam pembelajaran.
B. Yuridis
Landasan yuridis yang mendasari adanya penyempurnaan kurikulum antara lain:
- Perubahan pada UUD 1945 Pasal 31 tentang pendidikan.
- TAP MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004: Bab IV bagian E, butir 3, mengenai pembaruan system pendidikan termasuk di dalam-nya pembaruan kurikulum.
- Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Undang-Undang No. 22 Tahun 1999: Bab IV Pasal 7 tentang Kewenangan Daerah.
- Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Daerah Propinsi sebagai daerah otonom.
- Sosiologis
Landasan sosiologis yang mendasari pengembangan kurrikulum berbasis kompetensi, antara lain:
- Perkembangan kehidupan yang ditandai oleh beberapa ketimpangan dalam kehidupan, seperti moral, akhlak, jati diri bangsa, social, politik serta ekonomi.
- Upaya peningkatan mutu pendidikan selama ini belum mencapai taraf yang memadai yang mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat pada umumnya.
- Empiris.
Landasan empiris yang mendasari pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
- Dalam kajian dokumen kurikulum di indonesia sejak kurikulum 1975, 1984, dan 1994 pada dasarnya ialah kurikulum berbasis materi, sehingga dalam pembelajarannya terasa terburu-buru dan menekankan pencapaian materi yang menjadi tuntutan kurikulum dan mengenyampingkan kebutuhan ketercapaian kompetensi yang seharusnya dicapai oleh siswa.
- Dari hasil kajian terhadap kajian literatur, kurikulum, buku panduan, dan buku-buku pelajaran dinegara-negara maju. Seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Singpura, perkembangan pendekatan kurikulum sejak akhir 1960-an sampai dengan tahun 1980-an telah menggunakan pendekatan berbasis kompetensi (competence based approach) dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning approach).[20]
[9]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.140
[10] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.140
[11] Ibid.,hlm.142
[12] Ibid.,hlm.142
[13] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.142
[14] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi.( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010) hlm.143
[15] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010) hlm.180
[16] Noeng, Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000 dalam Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010 hlm.180
[17] Ibid.hlm180
[18] Drs. Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009. Hal 54
[19] Ibid.hlm.58
[20] Ibid.hlm.65
PENUTUP
3 Kesimpulan.
Pendekatan pengembangan kurikulum ialah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Humanistik ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberikan hasil maksimal. Hasil penelitian menunjukkan konsep diri siswa berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Siswa dengan konsep diri rendah lebih banyak mengalami kesulitan belajar dari pada siswa dengan konsep diri positif.
Pendekatan Rekayasa Sosial ini juga disebut rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, interdependensi, global, kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi, perang dan damai, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan lain-lain.
Pengembangan kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Ø Drs. Choirul Anam, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Sidoarjo: Qisthos Digital Press, 2009.
Ø Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ø Muhaimin.2006.Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengrai Benang Kusut Dunia Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gratindo Persada
Ø Subandijah.1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada